Penulis: Rusdianto Samawa, Ketua Umum Front Nelayan Indonesia (FNI), Metting Business – The Golden Tulip Malibu Balikpapan.
ARTIKEL – Perikanan tangkap Balikpapan kini menggeliat. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat produksi perikanan tangkap Kota Balikpapan sala satu peringkat kedua di Kalimantan Timur sebesar 32,90 ribu ton tahun 2020, 22,76 ribu ton tahun 2021 dan 42,01 ribu ton tahun 2022. Berdasarkan wilayah, Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan produsen perikanan tangkap terbesar di Kaltim, yakni mencapai 45,8 ribu ton. Kabupaten Bontang menempati posisi ketiga dengan hasil memancing tangkap laut sebesar 18,3 ribu ton.
Berikutnya adalah Kabupaten Berau, yaitu sebesar 17,2 ribu ton. Kemudian, Kota Samarinda sebesar 13,7 ribu ton dan Kabupaten Penajam Paser Utara sebesar 6,6 ribu ton. Ditinjau dari komoditas perikanan, produsen ikan cakalang terbesar di Kaltim terdapat di Kabupaten Bontang mencapai 1,16 ribu ton. Kabupaten Bontang juga merupakan produsen ikan tongkol dan tuna terbesar masing-masing sebanyak 3,9 ribu ton dan 641 ton. Sementara, produsen udang terbesar Kaltim terdapat di Kabupaten Kutai Kartanegara mencapai 18,3 ribu ton dan produksi perikanan Penajam Paser Utara (PPU) mencapai 13.600 ton per tahun yang terdiri dari perikanan budidaya dan perikanan tangkap.
Nilai produksi perikanan tangkap Kaltim tercatat sebanyak Rp 7,9 miliar pada 2020 – 2022. Kabupaten Kutai Kartanegara menjadi wilayah Kaltim yang memiliki nilai produksi perikanan tangkap terbesar mencapai Rp 2,3 miliar. Sementara, Produksi Perikanan RI Capai 546,50 Ribu Ton di 2021, sesuai sebarannya di berbagai Provinsi. Nilai Ekspor Ikan Asin Indonesia capai US$ 93,17 juta Kemudian, ekonomi Kalimantan Timur Tumbuh 2,48% pada 2021 – 2022.
Sektor perikanan ikan tangkap memiliki tantangan yang cukup berat. Salah satu tantangannya adalah belum memiliki tambatan perahu nelayan yang memadai dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Nelayan menjual hasil tangkap ke Balikpapan. Sehingga hasil ikan tangkap nelayan itu tercatat sebagai hasil produksi Balikpapan.
Trend tangkapan nelayan Kaltim, alami peningkatan pada komoditas tuna. Ikan tuna yang merupakan jenis ikan high migratory menjadi primadona Kaltimn hingga mancanegara. Permintaan tuna dunia yang tinggi (cenderung over capacity) membuat industri tuna kian bergairah dari tahun ke tahun. Produk tuna yang disukai oleh semua kalangan membuat harga jualnya makin melambung. Indonesia sebagai negara terbesar penghasil tuna memiliki potensi besar merajai pasar tuna internasional, sangat pantas diperhitungkan dalam bisnis tuna.
Data resmi FAO melalui SOFIA pada tahun 2016 terdapat 7,7 juta metrik ton tuna dan spesies seperti tuna ditangkap di seluruh dunia. Di tahun yang sama Indonesia berhasil memasok lebih dari 16% total produksi dunia dengan rata-rata produksi tuna, cakalang dan tongkol Indonesia capai lebih dari 1,2 juta ton/tahun. Sedangkan volume ekspor tuna Indonesia capai 198.131 ton dengan nilai 569,99 juta USD pada tahun 2017. Kemudian, melihat tren kenaikan volume produksi ikan tuna cenderung fluktuatif dalam satu dekade terakhir. Produksi ikan tuna paling banyak sebesar 409.015,52 ton pada 2018.
Berdasarkan wilayahnya, produksi ikan tuna terbesar berada di Sulawesi Selatan sebesar 56.205,3 ton pada 2021. Maluku Utara menempati posisi kedua dengan produksi ikan tuna seberat 54.637,77 ton. Di Papua, produksi ikan tuna sebesar 27.665,11 ton. Produksi komoditas tersebut di DKI Jakarta dan Sulawesi Selatan masing-masing sebanyak 19.469,84 ton dan 19.056,34 ton. Produksi ikan tuna di Bali tercatat sebesar 18.803,05 ton. Sementara, produksi ikan tuna Gorontalo sebanyak 18.212,44 ton. Faktor kenaikan angka produksi Tuna adalah ekspor dan penangkapan. Pada tahun 2020 produksi juga alami peningkatan sebesar 300.803,5 ton. Hal itu terus mengalami peningkatan penangkapan tuna oleh nelayan Indonesia sehingga berhasil mencapai produksi Ikan Tuna sebanyak 358.626 Ton pada 2021. Jumlah tersebut naik 19,22% dibandingkan pada tahun sebelumnya.
Nilai ekonomi dari perdagangan produk perikanan tuna Indonesia sangat besar dan menjadi peluang yang dapat terus dimanfaatkan. Namun tetap harus menjaga aspek keberlanjutan agar perikanan tuna tetap lestari. Keunggulan Ikan Tuna asal Indonesia memiliki potensi sangat besar hingga merajai pasar tuna Internasional. Spesies tuna yang paling umum dikenal adalah cakalang, atau tuna “ringan” dan albacore, yang dikenal sebagai tuna “putih”. Pengelolaan perikanan tuna yang berkelanjutan jenis big eye tuna, yellow fin tuna, dan skipjack tuna di wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 573, 713, 714 dan 715. Tingginya permintaan pasar global menjadi fokus pengelolaan tuna dari hulu ke hilir dan menjaga habitat tuna.
Pengelolaan tuna mengikuti standar Organisasi Manajemen Perikanan Daerah (RFMOs), dimana Indonesia berpartisipasi dalam The Indian Ocean Tuna Commission (IOTC), The Western and Central Pacific Fisheries Commission (WCPFC), The Commission for the Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT) dan Inter-American Tropical Tuna Commission (IATTC). Hal itu bertujuan mewujudkan perikanan yang lestari demi kesejahteraan masyarakat nelayan.
Lebih penting, terwujudnya Welfare fishing secara berkelanjutan sehingga meningkatkan pendapatan nelayan dan penyediaan kesempatan kerja bagi kapal perikanan. Tentu produktifitas nelayan menjamin keberlangsungan aktivitas unit pengolahan ikan (UPi) termasuk industri olahan sebagai pendukung utama. Kebijakan penangkapan ikan terukur permudah pengelolaan perikanan tuna yang berfokus pada data produksi tuna yakni kebutuhan domestik dan ekspor.
Kebijakan penangkapan ikan terukur memberikan kemudahan akses bagi kapal perikanan dengan sistem registrasi kapal. Khususnya perairan kepulauan seperti NTB, Sulawesi, Maluku, Natuna dan lainnya. Kebijakan ini, sekaligus melihat sejauh mana komitmen pemerintah dan konsistensi untuk mendukung konservasi dan pengelolaan sumber daya ikan tuna melalui pengembangan manajemen perikanan tuna nasional yang bersinergi dengan industri perikanan dalam menjaga habitat tuna. Kebijakan dan program penangkapan ikan terukur untuk pengelolaan perikanan yang berkelanjutan yang memberi manfaat dan meningkatkan perekonomian nelayan
Indonesia adalah pemimpin Ikan Tuna Dunia yang mendorong praktik berkelanjutan dan bertanggung jawab. Faktanya, tuna Indonesia menjadi komoditas spesial bagi negara – negara dunia lainnya. Letak Indonesia yang sangat strategis di antara dua samudra (Hindia dan Australia) menjadikannya lokasi migrasi yang cocok bagi tuna. Salah satu daerah pemasok tuna di Indonesia adalah Maluku Utara, Pulau Sumbawa, Kaltim, Natuna, dan Sulawesi Selatan yang sebagian besar telah diekspor ke berbagai negara salah satunya Amerika Serikat, Vietnam, Korea Selatan, dan Jepang
Pembeli produk tuna Indonesia di kancah internasional, tergabung dalam IPNLF, yaitu Anova Food, Fish Tales, Followfish, Frinsa del Noroeste, Green World Company, Migros Group, MMP International, Sainsbury’s, Salica, Sea Delight Europe, SL, Tri Marine, Tuna Solutions dan World Wise Foods. Skema kerja sama dengan MSC dan asosiasi perikanan tuna yang didukung oleh IPNLF ini tidak dipungut biaya sama sekali untuk mendapatkan sertifikat tersebut.
Namun, walaupun bangga sebagai pemimpin tuna global, maka pemerintah terus mendorong para pengusaha untuk berpihak pada nelayan agar penangkapan tuna perhatikan sustainability untuk keberlanjutan sumberdaya tuna, traceability untuk mencegah IUU fishing, dan accountability dengan pemanfaatan tuna harus sesuai dengan prinsip pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab sehingga mendapatkan nilai kesejahteraan bagi nelayan dan dunia melihat komitmen Indonesia dalam menjaga habitat tuna.[]